دسته‌بندی نشده

Kesehatan masyarakat sebagai pilar kemandirian berkelanjutan  

Kesehatan masyarakat sebagai pilar kemandirian berkelanjutan

Perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia merupakan episode heroik yang mencerminkan perjuangan para pahlawan negara untuk meraih kedaulatan. Selama kurang lebih 3,5 abad, bangsa Indonesia harus menanggung penderitaan dan kesengsaraan di tangan penjajah demi mewujudkan kepentingannya. Namun, dengan semangat pantang menyerah, para pahlawan mampu meraih kemerdekaan melalui pertempuran di medan perang dan meninggalkan jejaknya dalam sejarah.

Momentum 17 Agustus 1945 merupakan tonggak penting perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Perayaan ini lebih dari sekedar upacara, ini merupakan visit us momen penting untuk menghormati dan mengenang perjuangan kemerdekaan negara. Dalam konteks sejarah Indonesia, kata “Merdeka” mempunyai makna yang mendalam sebagai simbol perjuangan dan tekad untuk mencapai kedaulatan dan martabat bangsa. Hakikat kata “Merdeka” melampaui arti harafiahnya dan tidak hanya berarti kebebasan dari penindasan dan penjajahan, tetapi juga konsep kebebasan dalam segala aspek kehidupan, termasuk kebebasan dari ancaman penyakit dan kecacatan (Kementerian Kesehatan, Indonesia, 2016).

Kesehatan masyarakat mempunyai peranan penting dalam menjaga kemandirian suatu negara secara berkelanjutan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sehat cenderung lebih produktif (Sulistiarini, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa orang dengan kesehatan fisik dan mental yang baik memiliki daya tahan tubuh yang kuat dan dapat berkontribusi secara maksimal dalam melakukan aktivitas positif.

Sayangnya, setelah 78 tahun merdeka, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai Indeks Keluarga Sehat Nasional (IKS). ICS nasional hanya akan mencapai 0,22 pada tahun 2022, yang menunjukkan adanya tingkat keluarga yang tidak sehat. Belum lagi berbagai situasi penyakit yang masih menimbulkan permasalahan serius di negeri ini. Misalnya tuberkulosis (TB). Menurut Laporan Tuberkulosis Dunia, Indonesia menempati urutan kedua dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis pada tahun 2021 (WHO, 2022). Situasi ini berdampak negatif pada kualitas hidup pasien dan keluarga (Aggarwal, 2019).

Selain itu, permasalahan stunting masih menjadi permasalahan utama. Berdasarkan data, prevalensi stunting di tanah air mencapai 24,4%, melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 14% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021).

Stunting adalah suatu keadaan yang menghambat tumbuh kembang anak dan mempunyai akibat yang serius seperti: B. Gangguan pada perkembangan otak, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme dalam tubuh, penurunan kemampuan kognitif dan belajar, penurunan daya tahan tubuh, dan lain-lain sehingga membuat anak lebih mudah terserang penyakit (Putri et al., 2019; WHO, 2015) . Situasi ini secara tidak langsung memberikan tantangan bagi negara ini dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published.